BAB I
PENDAHULUAN
Shafwah
al-Tafsir yang ditulis oleh ulama’ kontemporer Muhammad Ali Ash Shobuni
merupakan tafsir ringkas yang meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang
terdapat dalam kitab-kitab tafsir besar. Beliau menyebutnya sebagai kumpulan tafsir
bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung alasan penamaan kitabnya ini
beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasir karena memuat inti
dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih ringkas, tertib, mudah,
jelas, dan lugas “. Beliau dikenal sebagai seorang penulis produktif. Saat
bermukim di Makkah, beliau banyak memanfaatkan waktu luangnya untuk menulis
sejumlah kitab, terutama dalam bidang tafsir dan ilmu-ilmu Alquran.
Pada konteks sekarang, banyak produk tafsir yang masih
menukil tafsir-tafsir klasik. Hal tersebut bisa ditemukan dalam kitab tafsir
kontemporer, misal saja Shofwatu Tafasir karya Ali Ash-Shabuni. Kitab
ini, merupakan kumpulan dari inti tafsir-tafsir terdahulu yang menunjukan dari berbagai keleluasaan ilmiyah; mulai dari tafsir,
hadits, sirrah dan tarikh. Shofwatu tafasir disusun secara ringkas hingga
memudahkan para pembacanya untuk memahami , terutama pada masa sekarang lebih
mendekati apa yang dibutuhkan pada pemecahan permasalahan-permasalahan kekinian.
Dalam
kesempatan kali ini kami akan menjelaskan sedikit tentang apa yang menjadi
alasan beliau menulis tafsir ini. Dari biografi beliau, sejarah penulisannya,
metodologi, serta karakteristik yang terdapat pada tafsir tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Pengarang
Syekh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan
seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu
serta sifat wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil
al-Shabuni. Beliau lahir di kota Helb Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama
berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun melanjutkan
pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas
Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang Perundang-Undangan Dalam Islam pada
tahun 1954 M.
Saat ini bermukim di Mekkah dan tercatat sebagai salah seorang staf
pengajar tafsir dan ulumul Qur’an di fakultas Syari’ah dan Dirosat Islamiyah Universitas
Malik Abdul Aziz Makkah. Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an,
Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab . Di samping sibuk mengajar, Ash-Shabuni
juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia ia
menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Alquran dan
Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun, setelah itu ia
mengabdikan diri sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian.[1]
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir),
secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang
menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang
tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama
dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yang lebih relevan
(yang lebih cocok dan lebih unggul).[2]
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat
A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur
wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir
terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith
dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek
bayan dan kebahasaan.[3]
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang
penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, Diantara kewajiban ulama saat ini
adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an
dengan uslub yang jelas, bayan yang terang, tidak terdapat banyak kalimat
sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak
dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsur
keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pembicaraan, memenuhi
kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan
Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza
Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan
diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk
melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim
saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan
materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai
ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.[4]
Adapun karya yang lainnya adalah : Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir,
Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah
al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan.
B.
Deskripsi Umum Kitab Tafsir Shafwatu Al-Tafasir
1. Latar Belakang Penulisan
Sebuah karya, apapun jenisnya termasuk kitab tafsir dalam masa
pembuatannya, pasti tidak dapat dimungkiri dari aspek kultur-sosial yang
mengelilinginya. Pada tahun 1930 lahir sebuah karya tafsir dari tangan seorang
ilmuwan kelahiran Syiria yang menambah deretan khazanah ke-ilmu-an ke-Islam-an,
yaitu “Shafwah Al Tafasir” yang disusun selama kurang lebih lima tahun sekaligus
memberi kesan tersendiri bagi para sebagian kalangan ulama dan para pemerhati
lainnya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya karya yang dilahirkan Al
Shabuni ini juga memiliki latar yang memberikan warna terhadap alur fikirannya
dlam menafsirkan Al-Quran. Dari data yang didapat mengenai latar belakang
penyususnan kitab ini beliau menyebutkan :
1.
Menjunjung
kalimatullah untuk memberi pemahaman terhadap kebutuhan umat dalam memahami
agama.
2.
Keberadaban
Al-Quran itu sendiri yang kekal dengan penuh keajaiban-keajaiban, penuh dengan
mutiara-mutiara kehidupan, senantiasa memicu akal untuk mengkajinya.
3.
Kenyataan semua ilmu akan hilang dimakan
jaman, kecuali ilmu Al-Quran
4.
Kewajiban
ulama tetap mesti menjadi jembatan bagi pemahaman umat terhadap Al-Quran dengan
memberikan kemudahan dalam mengkajinya.
Dari pemaparan beliau diatas nampaknya kita bisa melihat bagaimana
sosio masyarakat yang ada ketika beliau menciptakan kitab tafsir ini. Jelas
siapa yang menjadi sasaran serta bagaimana respon tafsirnya terhadap laju
kultur dan kebutuhan lingkungan masyarakat dimana beliau berada.
2.
Tujuan
Penulisan
Sudah barang tentu mempunyai faidah yang sangat tinggi dan
berkedudukan mulia yang menjadi tujuan dari penulisan kitab ini. Kita bisa
melihat dari kata sambutan yang terdapat dalam muqodimah kitab ini, tidak lebih
dari tujuh ulama dan delapan termasuk beliau yang memberikan kata pengantar
atau prolog. Sampai sekarang baru dapat diasumsikan hal-hal yang menjadi tujuan
dari penulisan Shafwah Al Tafaasir ini :
1.
Memeberikan pemaparan dan penjelasan dengan
memepermudah gaya penyampaiannya
2.
Memberikan
faidah berupa jawaban-jawaban terhadap realita umat pada masanya.[5]
C.
Metodologi Penafsiran
Untuk memepermudah dari apa yang menjadi tujuan beliau dalam upaya
memberi pencerahan dalam pemecahan permasalahan zaman maka gaya pembahasan yang
beliau lakukan yaitu melalui tahapan-tahapan metode, yaitu :
1.
Mengumpulkan
dan meng-intisari kitab-kitab tafsir induk serta mengambil argument yang paling
shahih
2.
Menyusun
kategorisasi ayat-ayat untuk menjelaskan tiap-tiap permasalahan dalam surat dan
ayat.
3.
Menafsirkan
kandungan surat secara ijmali seraya menjelaskan maksud-maksudnya yang mendasar
4.
Membahas
munasabah antar ayat sebelum dan sesudahnya
5.
Menjelaskan
aspek kebahasaannya secara etimologi dan menjelaskan perbandingannya dengan
pendapat ahli Bahasa Arab
6.
Menjelaskan
Asbabun Nuzul
7.
Menjelaskan
gaya bahasanya (balaghah)
8.
Menjelaskan
faidah-faidah dan hikmah-hikmah surat dan ayat
9.
Memberikan
istinbath[6]
D.
Corak Penafsiran
1.
Kecenderungan
Teologis
Mengingat penulis kitab shafwatu
Al-Tafasir adalah seorang ulama yang hidup pada masa dimana aliran-aliran
teolog telah ada (sementara belum muncul lagi aliran teolog yang baru), maka
sudah dipastikan aliran pemahaman teologisnya akan mengikuti atau sefaham
dengan para aliran teolog pendahulunya. Dibawah ada beberapa contoh ayat
Al-Quran yang mendeskripsikan arus pemikiran faham teologi keberfihakannya.
-
Tentang
Dosa Besar
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Artinya
: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Q.s Al- Maidah 44)
2.
Kecenderungan
Fiqih
Sebagaimana diketahui, fikih memebicarakan banyak hal terkait
perkembangan ibadah yang telah jelas nashnya didalam Al-Quran dan As Sunnah,
namun diantaranya masih terdapat ruang untuk bisa ijtihad terhadapnya. Disini
para fuqoha banyak melakukan kajian secara mendalam, sehingga diantaranya
terlahirlah berbagai macam aliran seiring perbedaan manhaj dan thuruq yang
mereka lakukan, dan pada perkembangannya, upaya fuqoha ini menjadi madzhab yang
berdiri diatas khazanah ilmu-ilmu ke-Islaman. Sebagaimana diatas, disisnipun
akan disajikan beberapa penafsiran beliau terkait ayat-ayat yang dipandang padanya
mengandung fiqih, serta kalaupun juga dimungkinkan aspek kecenderungan aliran
fiqih beliau. Yaitu sebagai berikut :
-
Tentang
Basmalah, apakah ia termasuk bagian ayat dalam Al-Quran? Dalam membahas masalah
ini beliau mengemukakan tiga pendapat imam madzhab :
a.
Syafi’iah
beristidlal dengan dalil-dalil naqli dan aqli yang menyatakan bahwa basmalah
termasuk kedalam surat alfatihah dan semua surat dalam Al-Quran kecuali surat
al Taubah.
b.
Malikiyah
: Mereka beristidlal bahwa basmalah bukan termasuk ayat dalam surat al-fatihah,
dan bukan pula termasuk dalam surat diseluruh Al-Quran, hanya saja penulisan
basmalah tersebut berupa “tabarruk” (meminta berkah).
c.
Hanafiyah
: memandang bahwa pencantuman basmalah pad mushaf menunjukan bahwa ia adalah
termasuk bagian Al-Quran, akan tetapi tidak menunjukan ia merupakan bagian ayat
dalam seluruh surat pada Al-Quran.
E.
Shofwah at-Tafasir dan Polemik
Di antara karya-karya besar
as-Shobuni, Shofwatut-Tafasir adalah yang paling banyak mengundang polemik.
Polemik ini lahir terutama saat beliau menafsirkan suatu ayat [dengan
menggunakan methode ta’wil]. Misal sebagaimana yang dipaparkan syeikh Sholih
bin Fauzan:
4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u wur ì$öqyz öNÎgøn=tæ wur öNèd tbqçRtøts ÇÊÊËÈ
112.
(tidak
demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS:2:112)
Ini hanya satu dari tafsir ayat yang
disentil oleh syeikh Sholih bin Fauzan salah seorang ulama Saudi yang menyebut
ta’wil pada ayat ini sebagai ta’wil bathil karena ta’wil al-wajh dengan makna
ad-zat [sebagaimana manusia] sama dengan meniadakan sifat Allah yang telah
pasti. Untuk juz 1 saja Syeikh Sholih bin Fauzan mencatat 54 kesalahan dari
berbagai macam disiplin ilmu [termasuk Fiqh, dll]. Keseluruhan kesalahan syeikh
as-Shobuni dalam Shofwah at-Tafasir beliau rangkum dalam kitabnya “Al-bayan li
Akhtho’i ba’dhi al-Kitab”.
Masuk dalam barisan panjang ulama
penolak tafsir ini di antaranya: Syeikh Muhammad Jamil Zainu [pengajar tafsir
di universitas Darul Hadits makkah], Syeikh Sa’ad Dzullam, Syeikh Bakr Abu
Zayd, dll yang masing-masing mengungkapkan kritik dan penolakannya dengan
menerbitkan buku. Dalam buku besarnya “Ar-Rudud”, syeikh Bakr Abu Zayd menyorot
perilaku As-Shobuni yang mengumpulkan penafsiran dari penafsir-penafsir besar
dengan latar belakang ideologi berbeda dalam satu kitab tafsir, seperti Zamakhsyari
yang Mu’tazili, Ibnu Katsir dan Thobary yang Salafi, Ar-Rozy yang Asy’ari, dll.
Aksi penolakan ulama-ulama besar saudi ini mau tidak mau memaksa pihak
kementrian badan waqaf Kerajaan Saudi Arabia pada waktu itu menurunkan perintah
pelarangan beredarnya kitab ini. Juga surat edaran dari direktur umum badan
waqaf dan masjid di Riyadh pada 16/4/1408 H melarang penyebaran dan
memperbanyak kitab tafsir ini sampai ada perbaikan permasalahan ideologi di
dalamnya.
Memang benturan ideologi dalam
tafsir ini tidak bisa elakan, karena ada saat as-Shobuni menggunakan penafsiran
ala Salafy yang mempraktekan methode “tafwidh ilallah” [khususnya ketika beliau
merujuk tafsir dari Ibnu Katsir]. Dan ada saaat kita akan melihat beliau
mengambil penafsiran a la Asy’ari yang menggunakan methode “ta’wil” [khusunya
ketika beliau mengambil tafsir dari Ar-Razi]. Namun untuk Mu’tazilah beliau
menjelaskan tidak mengambil dari Zamakhsyari kecuali penjelasan tentang masalah
bahasa saja. Kenyataan ini membuat kita sulit mengira-ngira apa gerangan
ideologi as-Shobuni. Terlepas dari permasalahan ideologi As-Shobuni, DR.Abdul
Halim Mahmud menegaskan bahwa, “ikhtiyarul mar’i qith’atun min aqlihi” maka
lanjut beliau lagi, bisa dikatakan apapun yang dipilih dan diambil As-Shobuni
dari kitab-kitab tafsir besar merupakan persetujuan beliau terhadap
penafsiran-penafsiran itu. Waallahu Ta’ala A’lam.[7]
BAB III
KESIMPULAN
-
Dari
sisi penulisannya Tafsir Ash Shobuni cukup sistematis, bahasanya mudah,
menggabungkan antara Nash dan Akal
-
Muhammad
Ali Ash Shobuni menggunakan metode tahlili dalam penafsirannya
-
Pada
pembahasannya disertai ringkasan dan bebarapa diantaranya disertai dengan
asbabun nuzul
-
Dari
segi keyakinannya, para ulama’ banyak yang mengkritisi, karena Syaikh Ali Ash
Shobuni digolongkan sebagai ulama’ Asyariyah dan sebagian lagi menggolongkan
sebagai Mu’tazilah yang kerap memberikan tahrif pada asma Allah dan lain-lain.
Ex. “"يد
الله. Namun, beliau tidak mau
dikatakan sebagai muharrif, akan tetapi beliau mengatakan sebagai mu’awwil.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’anul Karim
Baidan, Nashruddin. Perkembangan Tafsir di Indonesia. Solo:
Tiga Serangkai. 2003
Shobuni, Ali. Shofwatut Tafasir . Kairo: Darul Hadits
Forum Diskusi
HMJ STAI Persis Bandung
http://apit.wordpress.com/2007/09/14/as-shobuni-dan-shofwah-at-tafasir/
[1] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/17/m7bbix-hujjatul-islam-syekh-ali-ashshabuni-3habis
(Selasa, 17 Juli 2012, 23:34 WIB)
[2]
Muhammad Ali Ash Shobuni, ShofwatutTafasir, hal. 22
[3]
Nashrudin Baidan, Perkembangan Tafsir Al Quran di Indonesia, hal. 65
[4]
Muhammad Ali Ash Shobuni, ShofwatutTafasir, hal. 22
[5]
Forum Diskusi HMJ STAI Persis Bandung
[6]Muhammad
Ali Ash Shobuni, ShofwatutTafasir, hal. 22 Darul Hadits
[7] http://apit.wordpress.com/2007/09/14/as-shobuni-dan-shofwah-at-tafasir/