Tuesday 9 October 2012

Shofwatut Tafasir



BAB I
PENDAHULUAN

Shafwah al-Tafsir yang ditulis oleh ulama’ kontemporer Muhammad Ali Ash Shobuni merupakan tafsir ringkas yang meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir besar. Beliau menyebutnya sebagai kumpulan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung alasan penamaan kitabnya ini beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasir karena memuat inti dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih ringkas, tertib, mudah, jelas, dan lugas “. Beliau dikenal sebagai seorang penulis produktif. Saat bermukim di Makkah, beliau banyak memanfaatkan waktu luangnya untuk menulis sejumlah kitab, terutama dalam bidang tafsir dan ilmu-ilmu Alquran.
Pada konteks sekarang, banyak produk tafsir yang masih menukil tafsir-tafsir klasik. Hal tersebut bisa ditemukan dalam kitab tafsir kontemporer, misal saja Shofwatu Tafasir karya Ali Ash-Shabuni. Kitab ini, merupakan kumpulan dari inti tafsir-tafsir terdahulu yang menunjukan dari berbagai keleluasaan ilmiyah; mulai dari tafsir, hadits, sirrah dan tarikh. Shofwatu tafasir disusun secara ringkas hingga memudahkan para pembacanya untuk memahami , terutama pada masa sekarang lebih mendekati apa yang dibutuhkan pada pemecahan permasalahan-permasalahan kekinian.
Dalam kesempatan kali ini kami akan menjelaskan sedikit tentang apa yang menjadi alasan beliau menulis tafsir ini. Dari biografi beliau, sejarah penulisannya, metodologi, serta karakteristik yang terdapat pada tafsir tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Pengarang
Syekh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-Shabuni. Beliau lahir di kota Helb Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang Perundang-Undangan Dalam Islam pada tahun 1954 M.
Saat ini bermukim di Mekkah dan tercatat sebagai salah seorang staf pengajar tafsir dan ulumul Qur’an di fakultas Syari’ah dan Dirosat Islamiyah Universitas Malik Abdul Aziz Makkah. Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab . Di samping sibuk mengajar, Ash-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Alquran dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun, setelah itu ia mengabdikan diri sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian.[1]
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yang lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).[2]
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.[3]
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, Diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an dengan uslub yang jelas, bayan yang terang, tidak terdapat banyak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsur keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pembicaraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.[4]
Adapun karya yang lainnya adalah : Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan.
B.     Deskripsi Umum Kitab Tafsir Shafwatu Al-Tafasir
1.      Latar Belakang Penulisan
Sebuah karya, apapun jenisnya termasuk kitab tafsir dalam masa pembuatannya, pasti tidak dapat dimungkiri dari aspek kultur-sosial yang mengelilinginya. Pada tahun 1930 lahir sebuah karya tafsir dari tangan seorang ilmuwan kelahiran Syiria yang menambah deretan khazanah ke-ilmu-an ke-Islam-an, yaitu “Shafwah Al Tafasir” yang disusun selama kurang lebih lima tahun sekaligus memberi kesan tersendiri bagi para sebagian kalangan ulama dan para pemerhati lainnya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya karya yang dilahirkan Al Shabuni ini juga memiliki latar yang memberikan warna terhadap alur fikirannya dlam menafsirkan Al-Quran. Dari data yang didapat mengenai latar belakang penyususnan kitab ini beliau menyebutkan :
1.      Menjunjung kalimatullah untuk memberi pemahaman terhadap kebutuhan umat dalam memahami agama.
2.      Keberadaban Al-Quran itu sendiri yang kekal dengan penuh keajaiban-keajaiban, penuh dengan mutiara-mutiara kehidupan, senantiasa memicu akal untuk mengkajinya.
3.       Kenyataan semua ilmu akan hilang dimakan jaman, kecuali ilmu Al-Quran
4.      Kewajiban ulama tetap mesti menjadi jembatan bagi pemahaman umat terhadap Al-Quran dengan memberikan kemudahan dalam mengkajinya.
Dari pemaparan beliau diatas nampaknya kita bisa melihat bagaimana sosio masyarakat yang ada ketika beliau menciptakan kitab tafsir ini. Jelas siapa yang menjadi sasaran serta bagaimana respon tafsirnya terhadap laju kultur dan kebutuhan lingkungan masyarakat dimana beliau berada.
2.      Tujuan Penulisan
Sudah barang tentu mempunyai faidah yang sangat tinggi dan berkedudukan mulia yang menjadi tujuan dari penulisan kitab ini. Kita bisa melihat dari kata sambutan yang terdapat dalam muqodimah kitab ini, tidak lebih dari tujuh ulama dan delapan termasuk beliau yang memberikan kata pengantar atau prolog. Sampai sekarang baru dapat diasumsikan hal-hal yang menjadi tujuan dari penulisan Shafwah Al Tafaasir ini :
1.       Memeberikan pemaparan dan penjelasan dengan memepermudah gaya penyampaiannya
2.      Memberikan faidah berupa jawaban-jawaban terhadap realita umat pada masanya.[5]



C.    Metodologi Penafsiran
Untuk memepermudah dari apa yang menjadi tujuan beliau dalam upaya memberi pencerahan dalam pemecahan permasalahan zaman maka gaya pembahasan yang beliau lakukan yaitu melalui tahapan-tahapan metode, yaitu :
1.      Mengumpulkan dan meng-intisari kitab-kitab tafsir induk serta mengambil argument yang paling shahih
2.      Menyusun kategorisasi ayat-ayat untuk menjelaskan tiap-tiap permasalahan dalam surat dan ayat.
3.      Menafsirkan kandungan surat secara ijmali seraya menjelaskan maksud-maksudnya yang mendasar
4.      Membahas munasabah antar ayat sebelum dan sesudahnya
5.      Menjelaskan aspek kebahasaannya secara etimologi dan menjelaskan perbandingannya dengan pendapat ahli Bahasa Arab
6.      Menjelaskan Asbabun Nuzul
7.      Menjelaskan gaya bahasanya (balaghah)
8.      Menjelaskan faidah-faidah dan hikmah-hikmah surat dan ayat
9.      Memberikan istinbath[6]

D.    Corak  Penafsiran
1.      Kecenderungan Teologis
Mengingat penulis kitab shafwatu Al-Tafasir adalah seorang ulama yang hidup pada masa dimana aliran-aliran teolog telah ada (sementara belum muncul lagi aliran teolog yang baru), maka sudah dipastikan aliran pemahaman teologisnya akan mengikuti atau sefaham dengan para aliran teolog pendahulunya. Dibawah ada beberapa contoh ayat Al-Quran yang mendeskripsikan arus pemikiran faham teologi keberfihakannya.


-          Tentang Dosa Besar
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ       
Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Q.s Al- Maidah 44)

2.      Kecenderungan Fiqih
Sebagaimana diketahui, fikih memebicarakan banyak hal terkait perkembangan ibadah yang telah jelas nashnya didalam Al-Quran dan As Sunnah, namun diantaranya masih terdapat ruang untuk bisa ijtihad terhadapnya. Disini para fuqoha banyak melakukan kajian secara mendalam, sehingga diantaranya terlahirlah berbagai macam aliran seiring perbedaan manhaj dan thuruq yang mereka lakukan, dan pada perkembangannya, upaya fuqoha ini menjadi madzhab yang berdiri diatas khazanah ilmu-ilmu ke-Islaman. Sebagaimana diatas, disisnipun akan disajikan beberapa penafsiran beliau terkait ayat-ayat yang dipandang padanya mengandung fiqih, serta kalaupun juga dimungkinkan aspek kecenderungan aliran fiqih beliau. Yaitu sebagai berikut :
-          Tentang Basmalah, apakah ia termasuk bagian ayat dalam Al-Quran? Dalam membahas masalah ini beliau mengemukakan tiga pendapat imam madzhab :
a.       Syafi’iah beristidlal dengan dalil-dalil naqli dan aqli yang menyatakan bahwa basmalah termasuk kedalam surat alfatihah dan semua surat dalam Al-Quran kecuali surat al Taubah.
b.      Malikiyah : Mereka beristidlal bahwa basmalah bukan termasuk ayat dalam surat al-fatihah, dan bukan pula termasuk dalam surat diseluruh Al-Quran, hanya saja penulisan basmalah tersebut berupa “tabarruk” (meminta berkah).
c.       Hanafiyah : memandang bahwa pencantuman basmalah pad mushaf menunjukan bahwa ia adalah termasuk bagian Al-Quran, akan tetapi tidak menunjukan ia merupakan bagian ayat dalam seluruh surat pada Al-Quran.



E.     Shofwah at-Tafasir dan Polemik
Di antara karya-karya besar as-Shobuni, Shofwatut-Tafasir adalah yang paling banyak mengundang polemik. Polemik ini lahir terutama saat beliau menafsirkan suatu ayat [dengan menggunakan methode ta’wil]. Misal sebagaimana yang dipaparkan syeikh Sholih bin Fauzan:

4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u Ÿwur ì$öqyz öNÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd tbqçRtøts ÇÊÊËÈ  
112. (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS:2:112)
Ini hanya satu dari tafsir ayat yang disentil oleh syeikh Sholih bin Fauzan salah seorang ulama Saudi yang menyebut ta’wil pada ayat ini sebagai ta’wil bathil karena ta’wil al-wajh dengan makna ad-zat [sebagaimana manusia] sama dengan meniadakan sifat Allah yang telah pasti. Untuk juz 1 saja Syeikh Sholih bin Fauzan mencatat 54 kesalahan dari berbagai macam disiplin ilmu [termasuk Fiqh, dll]. Keseluruhan kesalahan syeikh as-Shobuni dalam Shofwah at-Tafasir beliau rangkum dalam kitabnya “Al-bayan li Akhtho’i ba’dhi al-Kitab”.
Masuk dalam barisan panjang ulama penolak tafsir ini di antaranya: Syeikh Muhammad Jamil Zainu [pengajar tafsir di universitas Darul Hadits makkah], Syeikh Sa’ad Dzullam, Syeikh Bakr Abu Zayd, dll yang masing-masing mengungkapkan kritik dan penolakannya dengan menerbitkan buku. Dalam buku besarnya “Ar-Rudud”, syeikh Bakr Abu Zayd menyorot perilaku As-Shobuni yang mengumpulkan penafsiran dari penafsir-penafsir besar dengan latar belakang ideologi berbeda dalam satu kitab tafsir, seperti Zamakhsyari yang Mu’tazili, Ibnu Katsir dan Thobary yang Salafi, Ar-Rozy yang Asy’ari, dll. Aksi penolakan ulama-ulama besar saudi ini mau tidak mau memaksa pihak kementrian badan waqaf Kerajaan Saudi Arabia pada waktu itu menurunkan perintah pelarangan beredarnya kitab ini. Juga surat edaran dari direktur umum badan waqaf dan masjid di Riyadh pada 16/4/1408 H melarang penyebaran dan memperbanyak kitab tafsir ini sampai ada perbaikan permasalahan ideologi di dalamnya.
Memang benturan ideologi dalam tafsir ini tidak bisa elakan, karena ada saat as-Shobuni menggunakan penafsiran ala Salafy yang mempraktekan methode “tafwidh ilallah” [khususnya ketika beliau merujuk tafsir dari Ibnu Katsir]. Dan ada saaat kita akan melihat beliau mengambil penafsiran a la Asy’ari yang menggunakan methode “ta’wil” [khusunya ketika beliau mengambil tafsir dari Ar-Razi]. Namun untuk Mu’tazilah beliau menjelaskan tidak mengambil dari Zamakhsyari kecuali penjelasan tentang masalah bahasa saja. Kenyataan ini membuat kita sulit mengira-ngira apa gerangan ideologi as-Shobuni. Terlepas dari permasalahan ideologi As-Shobuni, DR.Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa, “ikhtiyarul mar’i qith’atun min aqlihi” maka lanjut beliau lagi, bisa dikatakan apapun yang dipilih dan diambil As-Shobuni dari kitab-kitab tafsir besar merupakan persetujuan beliau terhadap penafsiran-penafsiran itu. Waallahu Ta’ala A’lam.[7]
BAB III
KESIMPULAN
-          Dari sisi penulisannya Tafsir Ash Shobuni cukup sistematis, bahasanya mudah, menggabungkan antara Nash dan Akal
-          Muhammad Ali Ash Shobuni menggunakan metode tahlili dalam penafsirannya
-          Pada pembahasannya disertai ringkasan dan bebarapa diantaranya disertai dengan asbabun nuzul
-          Dari segi keyakinannya, para ulama’ banyak yang mengkritisi, karena Syaikh Ali Ash Shobuni digolongkan sebagai ulama’ Asyariyah dan sebagian lagi menggolongkan sebagai Mu’tazilah yang kerap memberikan tahrif pada asma Allah dan lain-lain. Ex. “"يد الله. Namun, beliau tidak mau dikatakan sebagai muharrif, akan tetapi beliau mengatakan sebagai mu’awwil.


DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’anul Karim
Baidan, Nashruddin. Perkembangan Tafsir di Indonesia. Solo: Tiga Serangkai. 2003
Shobuni, Ali. Shofwatut Tafasir . Kairo: Darul Hadits
Forum Diskusi HMJ STAI Persis Bandung

http://apit.wordpress.com/2007/09/14/as-shobuni-dan-shofwah-at-tafasir/





[2] Muhammad Ali Ash Shobuni, ShofwatutTafasir, hal. 22
[3] Nashrudin Baidan, Perkembangan Tafsir Al Quran di Indonesia, hal. 65
[4] Muhammad Ali Ash Shobuni, ShofwatutTafasir, hal. 22
[5] Forum Diskusi HMJ STAI Persis Bandung
[6]Muhammad Ali Ash Shobuni, ShofwatutTafasir, hal. 22 Darul Hadits
[7] http://apit.wordpress.com/2007/09/14/as-shobuni-dan-shofwah-at-tafasir/

No comments:

Post a Comment